Infark Miokard Akut (IMA) dibagi 2 berdasar gambaran EKG yaitu IMA dengan elevasi segmen ST dan IMA dengan non elevasi segmen ST. Pada IMA dengan elevasi ST mempunyai indikasi untuk dilakukan obat trombolitik sedangkan yang non elevasi ST obat trombolitik tidak indikasi.
Terapi Trombolitik
Obat intravena trombolitik mempunyai keuntungan karena dapat diberikan melaluin veana perifer. Sehingga terapi ini dapat diberikan seawal mungkin, dikerjakan dimanapun (rumah, mobil ambulan, helikopter dan unit gawat darurat) dan relatif murah.
Mekanisme kerja obat trombolitik melalui konversi inactive plasmin zymogen (plasminogen) menjadi enzim fibrinolitik (plasmin). Plasmin mempunyai spesifitas lemah terhadap fibrin dan dapat melakukan degradasi terhadap beberapa protein yang mempunyai ikatan arginyl-lysyl seperti fibrinogen. Karena itu plasmin dapat menyebabkan fibrin (nogen) lisis (systemic lytic state) yang menyebabkan kecenderungan perdarahan sistemik. Dalam pengembangan obat trombolitik dibuat obat trombolitik generasi kedua yang mempunyai sifat spesifik terhadap fibrin yang bekerja pada permukaan fibrin. Plasmin hanya bekerja pada klot fibrin dengan melalui hambatan alpha2-antiplasmin.
Direkomendasikan penderita infark miokard akut <12 jam yang mempunyai elevasi segmen ST atau left bundle branch block (LBBB) deberikan IV fibrinolitik jika tanpa kontra indikasi. Sedangkan penderita yang mempunyai riwayat perdarahan intra kranial, stroke atau perdarahan aktif tidak diberikan terapi fibrinolitik. Dosis streptokinase diberikan 1,5 juta IU diberikan dalam tempo 30-60 menit.
PTCA Primer
Pada penderita IMA, angioplasty primer secara khusus dengan stenting koroner dan pemberian glikoprotein IIb/IIIa inhibitor akan memberikan hasil baik. Beberapa penelitian random, kontrol mendukung bahwa PTCA primer lebih efektif dibanding trombolitik. Rekomendasi PTCA primer sebagai alternatif terhadap terapi trombolitik dilakukan pada pusat PTCA yang lengkap dan didukung ahli dalam prosedur PTCA primer dengan pengalaman mencukupi. Di Amerika Serikat kurang dari 20% rumah sakit mampu melakukan PTCA primer. Komite memberikan perhatian karena belum rutinya prosedur PTCA sehingga jangan sampai menimbulkan keterlambatan reperfusi karena menyiapkan prosedur PTCA primer.
Terapi Antiplatelet
Aspirin
Aspirin mempunyai efek menghambat siklooksigenase platelet secara ireversibel. Proses tersebut mencegah formasi tomboksan A2. The Veteran Administration Cooperatif study, Canadian Multicenter Trial dan The Montreal Heart Institute Study membuktikan aspirin menurunkan resiko kematian dan infark miokard akut fatal dan non fatal sebesar 51-72% pada penderita angina tidak stabil. Mera analisis oleh Antiplatelet Trialist Collaboration memperlihatkan penurunan resiko >25% terhadap kematian dan infark kiokard akut.
Pemberian aspirin untuk penghambatan agregasi platelet diberikan dosis awal paling sedikit 160 mg dan dilanjutkan dosis 80-325 mg per hari. pemberian dosis aspirin yang lebih besar akan mengakibatkan perdarahan pada gastrointestinal. Aspirin mempunyai keterbatasan pada agregasi platelet karena lemah menghambat aktivasi platelet oleh adenosine dipospat dan kolagen.
Tiklopidin
Tiklopidin merupakan derivat tienopiridin yang efektif sebagai pengganti aspirin untuk pengobatan angina tidak stabil. Mekanismenya berbeda dengan aspirin. Tiklopidin menghambat agregasi platelet yang dirangsang ADP dan menghambat transformasi reseptor fibrinogen platelet menjadi bentuk afinitas tinggi.
Clopidogrel
Clopidrogel merupakan derivat tienopiridin baru. Clopidogrel mempunyai efek menghambat agregasi platelet melalui hambatan aktivasi ADP dependent pada kompleks glikoprotein IIb/IIIa. Efek samping clopidogrel lebih sedikit dibanding tiklopidin dan tidak pernah dilaporkan menyebabkan neutropenia. Pada tahun 1996 dilakukan penelitian pada 19.185 penderita penyakit aterosklerosis dengan manifestasi stroke iskemia, infark miokard dan penyakit vaskular perifer simptomatik dilakukan random, diberikan clopidogrel atau aspirin. Setelah diikuti 1,9 tahun clopidogrel terbukti lebih efektif dibanding aspirin dalam penuruan resiko stoke iskemia, infark miokard atau kematian karena penyakit vaskular, kejadian infark miokard akut dan kematian. Pada penelitian CURE didapatkan kombinasi clopidogrel dan aspirin mengakibatkan kejadian infark miokard akut dan kematian sebesar 9,3% dibanding pemberian aspirin saja sebesar 11,4% (p<0,001). Tetapi terjadi peningkatn resiko perdarahan pada kelompok kombinasi aspirin dan clopidogrel. Penelitian terakhir pada COMMIT dan CLARITY memberikan hasil penuruan kematian pada penderita infark miokard akut yang diobati clopidogrel.
Antagonis Reseptor Glikoprotein IIb/IIIa
Antagonis glikoprotein IIb/IIIa menghambat reseptor yang berinteraksi dengan protein-protein seperti fibrinogen dan faktor von willebrand. Secara maksimal menghambat jalur akhir dari proses adesi, aktivasi dan agregasi platelet. Telah dikembangkan tiga kelas penghambat glikoprotein IIb/IIIa yaitu antibodi murine-human chimeric (abciximab), bentuk synthetic peptide (eptifibatide) dan bentuk synthetic nonpeptide (tirofiban dan lamifiban).
Terapi antithrombin
Unfractioned heparin
Unfractioned heparin merupakan glikosaminoglikan yang terbentuk dari rantai polisakarida dengan berat molekul 3000-30.000. Rantai polisakarida berikatan dengan antitrombin III dan menyebabkan penghambatan trombin dan faktor Xa. Meta analisis memperlihatkan penurunan 33% insidensi infark miokard dan kematian pada penderita yang mendapat terapi kombinasi unfractioned heparin dan aspirin dibanding pengobatan aspirin saja. Guidelines mendukung pengobatan unfractioned dikombinasi dengan aspirin pada pengobatan angina tidak stabil. Unfractioned heparin mempunyai kelemahan pada variabilitas terhadap dose-reponse.
Low molecular – weight heparins (LMWH)
LMWH mempunyai rantai pendek (< 18 sakarida) dengan bervariasi rasio anti faktor Xa : anti faktor IIa. Efikasi LMWH pada IMA non ST elevasi bervariasi tergantung preparat LMWH. Lebih tinggi rasio anti faktor Xa: anti faktor IIa akan menghambat pembentukan trombin lebih baik
LMWH mempunyai keunggulan dibanding unfractioned heparin yaitu bioavailibilitas meningkat tiga kali dengan pemberian secara subkutan, mempunyai waktu paruh lebih panjang, durasi kerja lebih panjang, mempunyai sedikit efek pada hambatan agregasi platelet, tidak memerlukan monitoring laboratorium, menurunkan resiko trombositopenia, kurang berinteraksi dengan trombosit sehingga menurunkan resiko perdarahan.
Direct antithrombin
Direct antithrombin menghambat formasi trombin tanpa tergantung aktivitas antithrombin III dan terutama menurunkan aktivitas trombin. Direct antithrombin yaitu hirudin, hirulog, argatroban, efegatran dan inogatran akan menghambat ikatan klot trombin secara lebih efektif dibanding penghambat trombin indirek.
Penanganan IMA sebelum di rumah sakit :
• Monitor, lakukan ABC. Siapkan diri untuk melakukan RJP dan defibrilasi
• Berikan oksigen, aspirin, nitrogliserin, dan morfin jika diperlukan
• Jika ada, periksa EKG 12-sadapan; jika ada ST elevasi: Informasikan secara dini rumah sakit dengan transmisi atau interpretasi, mulai ceklist terapi fibrinolitik, Informasikan dini rumah sakit untuk mempersiapkan penanganan STEMI
Penilaian di Ruang Gawat Darurat segera (<10 mnt)
- Cek tanda vital, evaluasi saturasi oksigen
- Pasang jalur IV
- Periksa dan baca EKG 12-sandapan
- Lakukan anamnesis & pemeriksaan fisik yang terarah & cepat
- Lakukan ceklis terapi fibrinolisis, lihat jika ada kontraindikasi
- Periksa enzim jantung, elektrolit , dan koagulasi
- Dapatkan pemeriksaan sinar X dada yang portabel (<30 mnt)
Tata laksana umum diruang gawat darurat segera
• Mulai pemberian oksigen 4 L/mnt; pertahankan saturasi O2 >90%
• Aspirin 160-325 mg (jika belum diberikan)
• Nitrat sublingual, semprot, atau IV
• Morfin IV jika nyeri tidak berkurang dengan nitroglicerin.
Strategi reperfusi
Pada onset IMA kurang atau 12 jam :
- Terapi trombolitik atau PTCA primer ditentukan oleh kriteria pasien dan institusi
- Door-to-balloon inflation (PCI) target 90 mnt
- Door-to-needle (fibrinolisis) target 30 mnt
Lanjutkan terapi tambahan:
• ACE inhibitors/angiotensin receptor blocker (ARB) diberikan dalam 24 jam sejak gejala muncul
• HMG CoA reductase inhibitor (terapi statin)
Pada IMA lebih dari 12 jam :
Pasien risiko tinggi:
• Nyeri dada iskemik yg berulang
• Deviasi ST yg berulang/persisten
• VT
• Hemodinamik tdk stabil
• Tanda gagal pompa
• Strategi invasif awal, termasuk kateterisasi dan revaskularisasi untuk syok dalam 48 jam setelah AMI
Lanjutkan ASA, heparin, dan terapi lain spt diindikasikan.
• Penghambat ACE/ARB
• HMG CoA reductase inhibitor (terapi statin)
Kepustakaan
1. Buku Panduan Kursus Bantuan Hidup Jantung Lanjut, ACLS Indonesia PERKI, 2010
2. Fitchett D, Goodman S, Langer A. New Advances in the Management of Acute Coronary Syndromes: Matching Treatment to Risk. CMAJ 2001; 164 (9).
3. Jacoby RM, Nesto RW. Acute myocardial infarction in the diabetic patient: pathophysiology, clinical course and prognosis. J Am Coll Cardiol. 1992 Sep;20(3):736-44.
4. ISIS-2 (Seccond International Study of Infarct Survival) Collaborative Group. Randomised trial of intravenous streptokinase, oral aspirin, both, or neither among17,187 cases of suspected acute myocardial infarction: ISIS-2. Lancet 1988; 1: 545-549
5. Shah PK. New Insights into the Pathogenesis and Prevention of Acute Coronary Syndromes. Am J Cardiol 1997; 79 (12B): 17-23.
6. Richard W, Nesto, Zarich S. Acute Myocardial Infarction in Diabetes Mellitus , Lessons Learned From ACE Inhibition. Circulation. 1998;97:12-15.
7. Hsu LF K H Mak, Lau KW, Sim LL et al. Clinical outcomes of patients with diabetes mellitus and acute myocardial infarction treated with primary angioplasty or fibrinolysis.. Heart 2002;88:260-265.
8. Antiplatelet Trialist Collection. Collaborative Overview of Randomised Trials of Antiplatelet Therapy. BMJ 1999; 308: 81-106.
9. White HD, Gersh BJ, Opie LH. Antithrombotic Agents: Platelet Inhibitorrs, Anticoagulants and Fibrinolytics. In Opie LH, Gersh BJ (eds). Drugs for The Heart, 5th ed. Philadelphia, WB Saunders Company, 2001: 302-311
10. Malmberg K. Prospective randomised study of intensive insulin treatment on long term survival after acute myocardial infarction in patients with diabetes mellitus . BMJ 1997;314:1512.
11. Malmberg K,Norhammar A, Wedel H et al. Glycometabolic State at Admission: Important Risk Marker of Mortality in Conventionally Treated Patients With Diabetes Mellitus and Acute Myocardial Infarction. Circulation. 1999;99:2626-2632
12. Webster MWI and Scott RS. What Cardiologist need to know about diabetes. Laancet 1997; 350 (suppl I): 23-28
Tidak ada komentar:
Posting Komentar