Selasa, 23 November 2010

Penatalaksanaan Infark Miokard Akut

Tulisan sebelumnya, saya sudah membahas apa itu infark miokard akut dan juga dengan faktor resikonya. Sekarang, saya akan membahas tentang Penatalaksanaan Infark Miokard Akut...

Infark Miokard Akut (IMA) dibagi 2 berdasar gambaran EKG yaitu IMA dengan elevasi segmen ST dan IMA dengan non elevasi segmen ST. Pada IMA dengan elevasi ST mempunyai indikasi untuk dilakukan obat trombolitik sedangkan yang non elevasi ST obat trombolitik tidak indikasi. 

Terapi Trombolitik

Obat intravena trombolitik mempunyai keuntungan karena dapat diberikan melaluin veana perifer. Sehingga terapi ini dapat diberikan seawal mungkin, dikerjakan dimanapun (rumah, mobil ambulan, helikopter dan unit gawat darurat) dan relatif murah.

Mekanisme kerja obat trombolitik melalui konversi inactive plasmin zymogen (plasminogen) menjadi enzim fibrinolitik (plasmin). Plasmin mempunyai spesifitas lemah terhadap fibrin dan dapat melakukan degradasi terhadap beberapa protein yang mempunyai ikatan arginyl-lysyl seperti fibrinogen. Karena itu plasmin dapat menyebabkan fibrin (nogen) lisis (systemic lytic state) yang menyebabkan kecenderungan perdarahan sistemik. Dalam pengembangan obat trombolitik dibuat obat trombolitik generasi kedua yang mempunyai sifat spesifik terhadap fibrin yang bekerja pada permukaan fibrin. Plasmin hanya bekerja pada klot fibrin dengan melalui hambatan alpha2-antiplasmin.

Direkomendasikan penderita infark miokard akut <12 jam yang mempunyai elevasi segmen ST atau left bundle branch block (LBBB) deberikan IV fibrinolitik jika tanpa kontra indikasi. Sedangkan penderita yang mempunyai riwayat perdarahan intra kranial, stroke atau perdarahan aktif tidak diberikan terapi fibrinolitik. Dosis streptokinase diberikan 1,5 juta IU diberikan dalam tempo 30-60 menit.

PTCA Primer

Pada penderita IMA, angioplasty primer secara khusus dengan stenting koroner dan pemberian glikoprotein IIb/IIIa inhibitor akan memberikan hasil baik. Beberapa penelitian random, kontrol mendukung bahwa PTCA primer lebih efektif dibanding trombolitik. Rekomendasi PTCA primer sebagai alternatif terhadap terapi trombolitik dilakukan pada pusat PTCA yang lengkap dan didukung ahli dalam prosedur PTCA primer dengan pengalaman mencukupi. Di Amerika Serikat kurang dari 20% rumah sakit mampu melakukan PTCA primer. Komite memberikan perhatian karena belum rutinya prosedur PTCA sehingga jangan sampai menimbulkan keterlambatan reperfusi karena menyiapkan prosedur PTCA primer.

Terapi Antiplatelet

Aspirin

Aspirin mempunyai efek menghambat siklooksigenase platelet secara ireversibel. Proses tersebut mencegah formasi tomboksan A2. The Veteran Administration Cooperatif study, Canadian Multicenter Trial  dan The Montreal Heart Institute Study membuktikan aspirin menurunkan resiko kematian dan infark miokard akut fatal dan non fatal sebesar 51-72% pada penderita angina tidak stabil. Mera analisis oleh Antiplatelet Trialist Collaboration memperlihatkan penurunan resiko >25% terhadap kematian dan infark kiokard akut.

Pemberian aspirin untuk penghambatan agregasi platelet diberikan dosis awal paling sedikit 160 mg dan dilanjutkan dosis 80-325 mg per hari. pemberian dosis aspirin yang lebih besar akan mengakibatkan perdarahan pada gastrointestinal. Aspirin mempunyai keterbatasan pada agregasi platelet karena lemah menghambat aktivasi platelet oleh adenosine dipospat dan kolagen.

Tiklopidin

Tiklopidin merupakan derivat tienopiridin yang efektif sebagai pengganti aspirin untuk pengobatan angina tidak stabil. Mekanismenya berbeda dengan aspirin. Tiklopidin menghambat agregasi platelet yang dirangsang ADP dan menghambat transformasi reseptor fibrinogen platelet menjadi bentuk afinitas tinggi.

Clopidogrel

Clopidrogel merupakan derivat tienopiridin baru. Clopidogrel mempunyai efek menghambat agregasi platelet melalui hambatan aktivasi ADP dependent pada kompleks glikoprotein IIb/IIIa. Efek samping clopidogrel lebih sedikit dibanding tiklopidin dan tidak pernah dilaporkan menyebabkan neutropenia. Pada tahun 1996 dilakukan penelitian pada 19.185 penderita penyakit aterosklerosis dengan manifestasi stroke iskemia, infark miokard dan penyakit vaskular perifer simptomatik dilakukan random, diberikan clopidogrel atau aspirin. Setelah diikuti 1,9 tahun clopidogrel terbukti lebih efektif dibanding aspirin dalam penuruan resiko stoke iskemia, infark miokard atau kematian karena penyakit vaskular, kejadian infark miokard akut dan kematian. Pada penelitian CURE didapatkan kombinasi clopidogrel dan aspirin mengakibatkan kejadian infark miokard akut dan kematian sebesar 9,3% dibanding pemberian aspirin saja sebesar 11,4% (p<0,001). Tetapi terjadi peningkatn resiko perdarahan pada kelompok kombinasi aspirin dan clopidogrel. Penelitian terakhir pada COMMIT dan CLARITY memberikan hasil penuruan kematian pada penderita infark miokard akut yang diobati clopidogrel.

Antagonis Reseptor Glikoprotein IIb/IIIa

Antagonis glikoprotein IIb/IIIa menghambat reseptor yang berinteraksi dengan protein-protein seperti fibrinogen dan faktor von willebrand. Secara maksimal menghambat jalur akhir dari proses adesi, aktivasi dan agregasi platelet. Telah dikembangkan tiga kelas penghambat glikoprotein IIb/IIIa yaitu antibodi murine-human chimeric (abciximab), bentuk synthetic peptide (eptifibatide) dan bentuk synthetic nonpeptide (tirofiban dan lamifiban).



Terapi antithrombin

Unfractioned heparin
            Unfractioned heparin merupakan glikosaminoglikan yang terbentuk dari rantai polisakarida dengan berat molekul 3000-30.000. Rantai polisakarida berikatan dengan antitrombin III dan menyebabkan penghambatan trombin dan faktor Xa. Meta analisis memperlihatkan penurunan 33% insidensi infark miokard dan kematian pada penderita yang mendapat terapi kombinasi unfractioned heparin dan aspirin dibanding pengobatan aspirin saja. Guidelines mendukung pengobatan unfractioned dikombinasi dengan aspirin pada pengobatan angina tidak stabil. Unfractioned heparin mempunyai kelemahan pada variabilitas terhadap dose-reponse. 

Low  molecular – weight heparins (LMWH)
            LMWH mempunyai rantai pendek (< 18 sakarida) dengan bervariasi rasio anti faktor Xa : anti faktor IIa. Efikasi LMWH pada IMA non ST elevasi bervariasi tergantung preparat LMWH. Lebih tinggi rasio anti faktor Xa: anti faktor IIa akan menghambat pembentukan trombin lebih baik
LMWH  mempunyai keunggulan dibanding unfractioned heparin  yaitu bioavailibilitas meningkat tiga kali dengan pemberian secara subkutan, mempunyai waktu paruh lebih panjang, durasi kerja lebih panjang, mempunyai sedikit efek pada hambatan agregasi platelet,  tidak memerlukan monitoring laboratorium, menurunkan resiko trombositopenia, kurang berinteraksi dengan trombosit sehingga menurunkan resiko perdarahan. 

Direct antithrombin
Direct antithrombin menghambat formasi trombin tanpa tergantung aktivitas antithrombin III dan terutama menurunkan aktivitas trombin. Direct antithrombin yaitu hirudin, hirulog, argatroban, efegatran dan inogatran akan menghambat ikatan klot trombin secara lebih efektif dibanding penghambat trombin indirek. 

Penanganan  IMA sebelum di rumah sakit :
          Monitor, lakukan ABC. Siapkan diri untuk melakukan RJP dan defibrilasi
          Berikan oksigen, aspirin, nitrogliserin, dan morfin jika diperlukan
    Jika ada, periksa EKG 12-sadapan; jika ada ST elevasi: Informasikan secara dini rumah sakit dengan transmisi atau interpretasi, mulai ceklist terapi fibrinolitik,  Informasikan dini rumah sakit untuk mempersiapkan penanganan STEMI

Penilaian di Ruang Gawat Darurat segera (<10 mnt)
-       Cek tanda vital, evaluasi saturasi oksigen
-       Pasang jalur IV
-       Periksa dan baca EKG 12-sandapan
-       Lakukan anamnesis & pemeriksaan fisik yang terarah & cepat
-       Lakukan ceklis terapi fibrinolisis, lihat jika ada  kontraindikasi
-       Periksa enzim jantung, elektrolit , dan koagulasi
-       Dapatkan pemeriksaan sinar X dada yang portabel (<30 mnt)

Tata laksana umum diruang gawat darurat segera
      Mulai pemberian oksigen 4 L/mnt; pertahankan saturasi O2 >90%
      Aspirin 160-325 mg (jika belum diberikan)
      Nitrat  sublingual, semprot, atau IV
      Morfin IV jika nyeri tidak berkurang dengan nitroglicerin.

Strategi reperfusi
Pada onset IMA kurang atau 12 jam :
-       Terapi trombolitik atau PTCA primer ditentukan oleh kriteria pasien dan institusi
-       Door-to-balloon inflation (PCI) target 90 mnt
-       Door-to-needle (fibrinolisis) target 30 mnt
Lanjutkan terapi tambahan:
         ACE inhibitors/angiotensin receptor blocker (ARB) diberikan dalam 24 jam sejak gejala muncul
         HMG CoA reductase inhibitor (terapi statin)
Pada IMA lebih dari 12 jam :
Pasien risiko tinggi:
         Nyeri dada iskemik yg berulang
         Deviasi ST yg berulang/persisten
         VT
         Hemodinamik tdk stabil
         Tanda gagal pompa
         Strategi invasif awal, termasuk kateterisasi dan revaskularisasi untuk syok dalam  48 jam setelah AMI
Lanjutkan ASA, heparin, dan terapi lain spt diindikasikan.
         Penghambat ACE/ARB
         HMG CoA reductase inhibitor (terapi statin)

Kepustakaan
1.    Buku Panduan Kursus Bantuan Hidup Jantung Lanjut, ACLS Indonesia PERKI, 2010
2.    Fitchett D, Goodman S, Langer A. New Advances in the Management of Acute Coronary Syndromes: Matching Treatment to Risk. CMAJ 2001; 164 (9).
3.    Jacoby RM, Nesto RW. Acute myocardial infarction in the diabetic patient: pathophysiology, clinical course and prognosis. J Am Coll Cardiol. 1992 Sep;20(3):736-44.
4.    ISIS-2 (Seccond International Study of Infarct Survival) Collaborative Group. Randomised trial of intravenous streptokinase, oral aspirin, both, or neither among17,187 cases of suspected acute myocardial infarction: ISIS-2. Lancet 1988; 1: 545-549
5.    Shah PK. New Insights into the Pathogenesis and Prevention of Acute Coronary Syndromes. Am J Cardiol 1997; 79 (12B): 17-23.
6.    Richard W, Nesto, Zarich S. Acute Myocardial Infarction in Diabetes Mellitus , Lessons Learned From ACE Inhibition. Circulation. 1998;97:12-15.
7.    Hsu LF K H Mak, Lau KW, Sim LL et al. Clinical outcomes of patients with diabetes mellitus and acute myocardial infarction treated with primary angioplasty or fibrinolysis.. Heart 2002;88:260-265.
8.    Antiplatelet Trialist Collection. Collaborative Overview of Randomised Trials of Antiplatelet Therapy. BMJ 1999; 308: 81-106.
9.    White HD, Gersh BJ, Opie LH. Antithrombotic Agents: Platelet Inhibitorrs, Anticoagulants and Fibrinolytics. In Opie LH, Gersh BJ (eds). Drugs for The Heart, 5th ed. Philadelphia, WB Saunders Company, 2001: 302-311
10. Malmberg K. Prospective randomised study of intensive insulin treatment on long term survival after acute myocardial infarction in patients with diabetes mellitus . BMJ 1997;314:1512.
11. Malmberg K,Norhammar A, Wedel H et al. Glycometabolic State at Admission: Important Risk Marker of Mortality in Conventionally Treated Patients With Diabetes Mellitus and Acute Myocardial Infarction. Circulation. 1999;99:2626-2632
12. Webster MWI and Scott RS. What Cardiologist need to know about diabetes. Laancet 1997; 350 (suppl I): 23-28





Infark Miokard Akut

Infark Miokard Akut merupakan salah satu diagnosa yang sering didapatkan pada penderita yang datang ke Rumah Sakit dan merupakan penyebab kematian. Tujuan utama pengobatan infark miokard akut adalah menjaga keseimbangan suplai oksigen dan kebutuhan oksigen, mengembalikan iskemia miokard, membatasi luasnya infark dan menurunkian kematian. Semakin cepat dilakukan reperfusi akan menghaslkan penurunan resiko kematian dan kerusakan miokard.

Manifestasi Klinis Penyakit Jantung Koroner

Penyakit jantung koroner dalam kondisi akut yang biasa disebut sindroma koroner akut atau pada kondisi kronik sebagai manifestasi angina stabil kronik. Sindroma koroner akut dideskripsikan sebagai spektrum klinis yang meliputi angina tidak stabil, infark miokard akut non Q (biasanya tanpa segmen ST elevasi), infark miokard Q (biasanya dengan segmen ST elevasi). Angina tidak stabil dan infark non Q tampak hampir sama akan tetapi dengan ketersediaan test enzim jantung akhirnya dapat membedakan kedua kondisi tersebut. Gejala pada penderita PJK yaitu sakit dada yang spesifik. Pada kondisi akut dapat disertai keluhan mual, muntah, keringat dingin dan berdebar-debar (aritmia). Pada kondisi akut dapat disertai gagal jantung, odema paru dan syok kardiogenik mempunyai prognosis jelek.  

Patogenesis Trombus Pada Infark Miokard Akut (IMA)

Ruptur plak merupakan awal proses utama terjadinya IMA. Oklusi total seringkali terjadi secara mendadak dari stenosis yang minimal. Dua pertiga kasus ruptur plak terjadi pada lesi stenosis dibawah 50% sedangkan 97% terjadi pada lesi stenosis dibawah 70%.

Plak yang akan mengalami ruptur mempunyai karakteristik :
  • Mempunyai lipid-rich core yang besar (>40% volume plak)
  • Fibrous cap tipis dengan sedikit kolagen, glikosaminoglikan dan matrix-synthesizing Smooth Muscle Cell (SMC)
  • Peningkatan neovaskularisasi
  • Infiltrasi sel peradangan aktif pada cap yang tipis

Trombosis lokal terjadi setelah gangguan plak yang terjadi olah karena interaksi lipid core, smooth muscle cells (SMC), makrofag dan kolagen. Lipid core merupakan bahan yang paling penting untuk formasi trombus platelet rich dan bersama smooth muscle dan sel foam akan berhubungan dengan ekspresi faktor jaringan. Setelah terekspose dalam darah maka akan terjadi interaksi faktor jaringan dengan faktor VIIa yang menginisiasi kaskade reaksi enzimatik membentuk trombin dan deposisi fibrin. Karena adanya keseimbangan antra trombosis dan trombolisis endogen maka apada beberapa kasus terjadi perbaikan lesi vaskular.

Respon terhadap gangguan endotel mengakibatkan terjadi agregasi platelet, vasokonstriksi dan pembentukan trombus. Trombosit tidak akan melekat pada endotel pembuluh darah yang intak. Kolagen sebagai agonis trombosit berada pada plak dan subendotel. Von willebrand adalah protein adesif yang berada pada plasma menyebabkan trombosit yang tidak aktif dapat melekat pada endotel. Kejadian ini merupakan proses awal dalam formasi trombus yang dipacu oleh von willebrand pada glikoprotein I B trombosit. Adesi trombosit akan diikuti aktivasi trombosit. Beberapa produk trombosit meliputi ADP, serotonin dan TX A2 sebagai pemacu aktivasi trombosit, vasokontriksi dan proliferasi neointimal.

ADP berada pada granul intraselular dan dilepas pada waktu tombosit distimulasi oleh molekul adesi atau agen proagregasi. ADP yang beredar akan merangsang aktivasi ikatan fibrinogen-GP IIb/IIIa. Agregasi trombosit merupakan stadium terakhir pada pembentukan trombus. Aktivasi trombin oleh beberapa agonis mengubah GP IIb/IIIa menjadi bentuk yang mampu berinteraksi dengan protein adesif plasma (fibrinogen dan von willebrand). Aktivasi pada trombosit baru akan menyebabkan membesarnya trombus yang akan menutup lumen pembuluh darah.

Faktor Resiko Infark Miokard Akut (IMA)

Faktor resiko yang paling berperan di Indonesia saat ini antara lain :
  1. Hipertensi
  2. Kadar kolesterol dan lemak darah yang tinggi
  3. Kebiasaan merokok
  4. Kelebihan berat badan 
  5. Kurang giat bergerak atau olahraga
  6. Diabetes mellitus
  7. Ketagangan pikiran atau stres serta berkepribadian A
  8. Faktor keturunan

Oleh karena itu, faktor resiko diatas perlu dicari melalui medical check-up (pemeriksaan berkala) dan kemudian dikendalikan mulai tanpa obat kalau tidak berhasil dengan obat. 


    Magnetic Resonance Imaging (MRI) Jantung

    Magnetic Resonance Imaging (MRI) jantung menggunakan magnet dan gelombang radio untuk memindai jantung dan menghasilkan gambar atau foto jantung. MRI tidak menggunakan radiasi seperti jenis pemeriksaan radiologi lainnya dan tidak memiliki efek merugikan jangka panjang. MRI perfusi stres jantung menggunakan suntikan media kontras selama pemindaian. Kontras masuk ke otot jantung di daerah yang menerima suplai darah yang baik. Pada daerah yang relatif aliran darahnya kurang tidak terdapat kontras, yang bisa menjadi indikator penyakit jantung iskemik. Aliran darah (perfusi) ke jantung dinilai baik pada istirahat dan pada waktu dilakukan stres test. Stres test dilakukan dengan suntikan obat yang disebut adenosin. Obat ini memiliki efek pada jantung seperti latihan fisik dan kontras yang telah disuntikkan dapat memperlihatkan bagian dari otot jantung yang tidak menerima pasokan darah yang memadai. Setelah itu tes ini dilakukan tanpa adenosin dan dibandingkan dengan gambar yang dilakukan stres test. Informasi ini membantu dalam mengidentifikasi adanya iskemia dan dapat menunjukkan pembuluh darah yang menyebabkan masalah dengan akurat.

    Persiapan MRI Stres perfusi jantung 
    • Menghindari Kafein selama 24 jam sampai 48 jam sebelum pemeriksaan. Kafein mengganggu pemberian adenosin di hati
    • Berpuasa selama 4 jam
    • mengisi kuesioner sebelum pemeriksaan untuk memastikan aman bagi pasien untuk masuk mesin MRI
    • Melakukan tes darah serum kreatinin dan BUN
     Yang dilakukan selama MRI Stres perfusi jantung
    • Memakai pakaian yang disediakan. Hal ini untuk menghindari benda logam yang dapat mengganggu magnet dan untuk memungkinkan akses yang mudah untuk memasang elektroda pada dada untuk memonitor detak jantung
    • Berbaring di tempat tidur pemindai 
    • Dilatih untuk melakukan pemindaian MRI
    • Lead untuk memantau denyut jantung kemudian akan ditempatkan pada dada
    • Jika suntikan kontras media (gadolinium chelate) diperlukan, dipasang IV line d tangan kiri dan kanan
    • Dipasang koil di daerah dada yang bekerja dengan magnet utama untuk menerima sinyal gelombang radio untuk menghasilkan gambar.
    • Setelah siap, akan ditempatkan di dalam mesin MRI yang seperti terowongan pendek. Akan ada suara bersenandung dan suara mengetuk teradi di sekitar yang menunjukkan baha scanner sedang berjalan. Biasanya merasa sedikit hangat selama pemindaian
    •  Pasien akan diminta untuk menahan napas dari waktu ke waktu selama scan untuk membantu menghasilkan gambar yang terbaik
    • Mesin MRI bising, sehinga pasien dipasang headphone dan dapat mendengarkan musik dan berbicara dengan petugas radiografer selama melakukan scan. Pasien juga akan diberi tombol bel selama pemindaian. menekan tombol bel akan membuat radiografer mengetahui bahwa pasien ingin berbicara. Sebuah mikrofon terletak di dalam mesn MRI.
    • Setelah pasien merasa nyaman, radiografer akan kembali ke konsol kontrol, meninggalkan pasien dalam mesin MRI. Dari sini radiorafer akan mengontol scanner untuk menscan bagian jantung
    • Suntikan kontras dan adenosin akan diberikan selama pemindaian untuk pemeriksaan perfusi jantung. Pada waktu disuntik adenosin akan terasa tidak enak di daerah dada dan wajah. Efek ini singkat dan biasanya segera berakhir setelah suntikan diberikan.
    Resiko dari MRI Stres Perfusi Jantung
    •  Tidak ada resiko yag berarti dari mesin MRI. Kebanyakan orang biasanya tidak ada masalah kecuali yang menggunakan implan atau peralatan seperti alat pacu jantung.
    • Ada resiko yang sangat kecil dari reaksi alergi yang terkait dengan konras medium (gadolinium chelate)
    • Adenosin diberikan selama stres test. Namun obat ini dapat memiliki efek samping yang lebih serius termasuk : nyeri dada, badan terasa hangat, bedebar-debar, dan kadang terasa sesak.
    Manfaat dari MRI Stres Perfusi Jantung 
    •  MRI menghindari paparan radiasi (X-ray). Hal ini sangat bermanfaat bagi pasien yang harus dilakukan evaluasi secara berulang
    • MRI mempunyai kelebihan dibandingkan sinar-X dalam kemampuan menampilkan gambar secara khusus untuk menunjukkan anatomi yang kompleks. Mampu untuk menganalisa aliran dara melalui pembuluh darah dan di dalam ruang jantung. Gambar yang kabur karena gerakan jantung dan pembuluh darah dapat diatasi
    • MRI perfusi dapat memberikan informasi penting mengenai bagian otot jantung dengan suplai darah yang tidak memadai dan dapat menentukan otot jantung masih hidup atau tidak. Ini dapat digunakan untuk memandu pengobatan. 
    Indikasi MRI Jantung
    • Mengukur fungsi ventrikel kiri dan kanan : 
              1. Kardiomiopati
              2. Gagal jantung
              3. Arythmogenic right ventricular dysplasia  (ARVD)
              4. Hipertensi pulmonal

    •   Evaluasi anatomi jantung
              1. Perikarditis konstriktif
              2. Tumor dan thrombus jantung
              3. Penyakit jantung bawaan (kongenital)
              4. Patent Foramen Ovale (PFO)
    •  Perfusi otot jantung (miokard) : Penyakit jantung koroner
    • Mengevaluasi myocardial scar/viability
             1. Identifikasi miokard yang hibernating sebelum revaskularisasi
             2. Identifikasi kardiomiopati dari miokarditis kronis

    • MRA oroner : anomali arteri koroner
    • Mengukur aliran darah
             1. Penyakit katub jantung (misal aorta regurgitasi, mitral regurgitasi, aorta stenosis, mitral stenosis, dll)
             2. Evaluasi Shunts  ASD, VSD, dan PDA

    • Pertimbangan khusus lainnya :
             1. Pasien yang tidak kandidat echocardiography (window echo jelek)
             2. Pasien yang tidak kandidat pemeriksaan nuklir jantung (obesitas, payudara besar, wanita, bdn kecil)
             3. Pasien tidak mau diperiksa prosedur invasif (TEE, kateterisasi jantung)
             4. Pasien yang menginginkan diperiksa lengkap

    Jenis Pemeriksaan MRI Jantung
    • MRA coronary
    • Perfusion study
    • Viability study
    • Dobutamine stres MRI
    • ARVD study
    • MRA
    • Function study
    • Congenital Heart study